Tanpa Anda sadari perubahan yang terjadi membuat Anda semakin kreatif membentuk strategi untuk bertahan dan bersiap pada berbagai ketidakpastian. Inilah saatnya “resilience” manusia teruji. Resilience adalah tentang ketabahan atau tentang kemampuan untuk tetap tenang dan bertahan dalam kondisi yang menekannya.
Anda ingin menghadapi perubahan dengan sikap seperti apa, semua ada dalam kendali Anda. Namun bagaimana gambaran tentang ketabahan itu?
Daftar isi
Bagaimana Gambaran Resilience?
Jika Anda masih ingat bagaimana masyarakat Jepang ketika menghadapi bencana alam gempa bumi berkekuatan 8,9 Skala Richter yang terjadi pukul 2.46 siang, pada tanggal 11 Maret 2011. Gempa tersebut telah mengakibatkan tsunami setinggi 20 meter di sepanjang pesisir timur Jepang. Bencana itu kemudian disusul dengan ancaman radiasi nuklir akibat rusaknya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi, utara Tokyo. Berdasarkan data dari Badan Polisi Nasional lebih dari 15.884 orang tewas dan sekitar 2.636 orang masih tercatat hilang pada 28 Februari 2014 lalu.
Banyak media menyorot, masyarakat Jepang sabar menanti bantuan. Tidak tampak mereka berebut, sehingga pemerintah bisa lebih fokus dalam menangani evakuasi, penyelamatan, dan distribusi logistik. Masyarakat dunia memuji bangsa Jepang sebagai bangsa yang hebat, kuat, dan beretika.
Bagaimana Penjelasannya?
Contoh di atas dapat memberikan gambaran tentang ketabahan (resilience) sebagai soft competency yang penting saat Anda menghadapi tekanan akibat perubahan ekstrim yang terjadi di dalam diri maupun di sekitar Anda. Kompetensi Resilience merupakan turunan atau sebagian dari bentuk yang lebih nyata dari kecerdasan emosional (emotional quotient) dan kecerdasan dalam menghadapi kesulitan (Adversity Quotient).
Anda tentu sudah paham bahwa Emotional Quotient (EQ) adalah kemampuan untuk mengenali, mengelola dan mendayagunakan emosinya secara efektif. EQ mencakup kemampuan merasakan, memahami dan mengelola kekuatan emosi pribadi, serta kesadaran, kepekaan sosial dan kemampuan untuk beradaptasi terkait dengan kondisi emosi orang lain maupun situasi dan kondisi lingkungan sekitarnya.
Sedangkan Adversity Quotient (AQ) adalah kecerdasan dalam menghadapi masalah atau kesulitan. Kesuksesan seseorang dalam menjalani kehidupan juga ditentukan oleh tingkat AQ. AQ memberi gambaran tentang bagaimana seseorang merespon kesulitan, apakah memilih untuk menghindari (quiter), berhenti sejenak menikmati (champer), atau memilih untuk terus berjuang mendaki (climber).
Bagaimana penerapannya? Jadi saat menghadapi kesulitan, orang dengan AQ tinggi tetap yakin bahwa mereka akan berhasil mengatasinya. Mereka sangat gigih, ulet dan tabah. Saat menghadapi kesulitan, atau menemui jalan buntu, mereka akan segera mencari jalan lain. Saat merasa lelah, mereka akan melakukan introspeksi diri dan terus bertahan.
Bagaimana Cara Membangunnya?
Mungkin saja seseorang terlahir dengan potensi tabah dan ulet yang lebih besar dari orang lain disekitarnya, namun pada dasarnya setiap orang dapat meningkatkan kapasitas ketabahan dan kegigihan yang dimilikinya. Menurut Jessie Sholl dalam artikelnya “The 5 Best Ways to Build Resiliency”, ada lima cara membangun ketabahan, yaitu :
#1. Pump Up Your Positivity
Seseorang yang tabah bukan berarti tidak pernah mengalami emosi yang negatif saat terjatuh atau menghadapi kesulitan. Seorang yang tabah adalah orang yang sanggup bangkit dengan cepat dari emosi negatif dan dapat menemukan nilai-nilai positif dari peristiwa buruk yang dialaminya.
Jika muncul pikiran negatif, “Saya tidak pernah berhasil?” , maka segera tanyakan kepada diri Anda sendiri, “Apa benar tidak pernah berhasil ?”, “Dalam hal yang mana saja tidak berhasil?”, “Bagaimana dalam hal-hal yang lainnya?”.
Segera Anda akan tersadar, bahwa ternyata tidak dalam semua hal Anda tidak berhasil. Anda juga pernah berhasil dalam hal yang lainnya.
#2. Live to Learn
Dapat diartikan sebagai hidup itu adalah untuk belajar. Setiap kejadian, selalu mengandung pembelajaran. Pada saat Anda menemui kesulitan atau kegagalan, tidak perlu lagi Anda menanyakan, “Apa ini yang salah?”, “Mengapa bisa begini?”, “Siapa ini yang salah?”, dsb.
Berhentilah menghabiskan energi hanya untuk mencari kambing hitam, siapa yang patut dipersalahkan. Buatlah pertanyaan cerdas, seperti, “Pelajaran apa yang bisa diambil dari peristiwa ini?”, “Persoalan apa yang paling mendasar?”, “Apa yang sebaiknya dilakukan?”,dst
Pertanyaan di atas akan mengarahkan Anda pada solusi atas persoalan yang sedang dihadapi. Kegagalan dapat Anda jadikan sebagai bahan pembelajaran, sebagai umpan balik agar lebih efektif di masa yang akan datang.
#3. Open Your Heart
Berarti membuka hati, dengan peduli kepada orang lain akan membangkitkan rasa syukur. Selain itu dengan berbuat baik atau memudahkan orang lain, maka suatu saat ketika Anda menemui kesulitan, maka Andapun akan dimudahkan. Menerima ucapan terima kasih dari orang lain atas kebaikan yang telah Anda lakukan dan mengapresiasi kebaikan orang lain akan meningkatkan rasa syukur atas situasi yang sedang Anda alami. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan ketabahan dalam diri Anda
#4. Take Care of Yourself
Dapat diartikan sebagai peduli kepada diri sendiri. Kebiasaan-kebiasaan dan pola hidup yang sehat menjadi landasan bagi kesehatan mental dan emosi. Anda perlu menjaga keseimbangan antara jasmani dan rohani. Hidup tidak hanya tentang masalah urusan pekerjaan, Anda perlu mengimbangi dengan istirahat yang cukup, pola makan yang sehat, olah raga, rekreasi, menjalankan ibadah dengan baik serta menikmati saat-saat yang menyenangkan bersama keluarga dan kerabat.
Dengan melakukan relaksasi dan meluangkan waktu untuk lebih memperhatikan kesehatan pribadi akan membantu Anda menjaga stabilitas emosi, mengatasi kecemasan dan depresi, serta dapat meningkatkan daya tahan fisik dan mental.
#5. Hang on to Humor
Percayalah bahwa rasa humor akan membuat Anda lebih kuat. Tertawa dapat mengurangi ketegangan hingga pada level sedang (moderate). Ketegangan dan keseriusan yang berlebihan justru akan merugikan, karena akan meningkatkan kecemasan dan stress yang menguras energi mental Anda.
Bergaya humoris dan tenang dalam menghadapi persoalan dan kesulitan, Anda dapat mengganggap bahwa kesulitan itu ibarat sebuah permainan. Tergantung bagaimana Anda akan memainkannya, jangan sampai justru Andayang dipermainkan oleh keadaan sulit itu.
Sekalipun seseorang sudah memiliki potensi ketabahan (resilience), tetapi jika tidak diasah maka ketabahan itu tidak akan muncul (teraktualisasikan). Jika tidak diuji, maka ketabahan itu tidak akan menjadi semakin kuat. Jadi, berhentilah menghindari kesulitan, karena dengan menghadapinya maka Anda akan menjadi semakin tangguh.