Nongkrong di warung kopi atau beli minuman kekinian sepertinya sudah biasa. Tapi bagaimana ya kira-kira rasanya hangout di kafe ala pedesaan yang terletak di pinggir sawah? Sambil duduk-duduk di saung bambu pada malam hari di antara hiasan-hiasan lampion, masyarakat desa bisa menikmati suasana dan mencicipi menu yang tersedia di kafe. Bukan hanya lokasinya yang berada di wilayah pedesaan, tapi bahan-bahannya pun dibeli langsung dari hasil pertanian masyarakat desa.
Sebuah Tren Desa Wisata
Saat ini, tidak sedikit desa-desa di tanah air yang mengubah daerahnya menjadi sebuah objek wisata kekinian. Dengan media sosial, masyarakat desa pun bisa memanfaatkan sumber daya yang mereka punya. Contohnya yang terkenal adalah Kampung Pelangi, Wisata Air Desa Ponggok, Kampung Inggris, Kampung Warna-warni, dan sejumlah desa wisata tematik. Dengan berkembannya potensi desa, maka warga tidak perlu berbondong-bondong merantau ke luar kota untuk mencari nafkah, karena di lingkungan tempat tinggal pun, perekonomian mereka terjamin.
Selain beberapa daerah yang disebutkan di atas, ada sebuah desa di Kabupaten Klaten yang dibangun sedemikian rupa untuk mempercepat pembangunan perekonomian masyarakat melalui penerapan manajemen sumber daya wisata inovatif berbasis teknologi informasi dan kolaborasi BUMDes (Badan Usaha Milik Desa).
Desa tersebut adalah desa Jomboran, Klaten, Jawa Tengah yang telah diresmikan sebagai Desapolitan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo pada hari Sabtu tanggal 28/10/2017 silam. Sejak tahun 2015, Desa Jomboran menjadi desa binaan dari Universitas Gajah Mada.
Ada Apa Saja di Jomboran?
Sebagai desapolitan, Jomboran fokus pada pengembangan pusat-pusat objek wisata inovatif dengan tata kelola modern dan mengoptimalkan fungsi media sosial. Selain kafe persawahan seperti disebutkan di atas, di desa wisata pun ada sebuah lokasi bekas TPA (tempat pembuangan akhir) yang jadi tempat rekreasi. Mungkin sedikit aneh kedengarannya ketika orang-orang bisa menghabiskan waktu santai hingga berjam-jam lamanya di sekitar TPA. Tentu saja karena sudah tidak ada sampah. Di Jomboran kemudian dibangun taman Jomboran Recycle Park (JRP).
Ngomong-ngomong, siapakah orang yang berperan dalam menampilkan wajah baru TPA Jomboran itu? Adalah aparat desa yang dikomandoi Kepala Desa Jomboran waktu itu, Agung Widodo. Mereka menjadikan kampung halamannya itu menjadi desa wisata berbasis pertanian dan social entrepreneur atau sociopreneurship.
Untuk semua kemajuan yang dicita-citakan, desa wisata sangat tergantung pada SDM yang mengelolanya agar setiap potensi dan peluang bisa dimaksimalkan sebaik mungkin. Tim kami bergabung dengan pihak dari UGM dalam acara “Building Powerfull Character”, Menuju Desa Wisata Jomboran, Klaten pada hari Minggu, 14 Mei 2017.
Mengapa pengembangan SDM diperlukan?
Sebab dengan adanya pelatihan, diharapkan masyarakat mampu mengetahui potensi yang dimiliki diri sendiri dan juga lingkungan di sekitar sehingga mampu mengembangkan potensi tersebut dan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Desa Jomboran. Mudah-mudahan semakin banyak desa wisata di Indonesia, sehingga potensi lokal lebih maksimal pemanfaatannya.